Masalah penyakit tuberkulosis (TBC) masih menjadi salah satu perhatian serius dalam bidang kesehatan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan, angka kasus TBC di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia. Menurut data Kementerian Kesehatan pada Maret 2022, Indonesia menempati peringkat ketiga tertinggi setelah India dan Cina, dengan jumlah kasus TBC sebanyak 824.000 dan 93.000 kematian per tahun, yang setara dengan 11 kematian setiap jam.
Sejak tahun 2015, deteksi kasus TBC di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan alat deteksi yang lebih sensitif oleh Kementerian Kesehatan dalam upaya mendeteksi penyakit TBC. Meskipun demikian, tingkat pemahaman yang masih rendah tentang penyakit ini juga turut berperan dalam tingginya kasus TBC di Indonesia. Masih banyaknya mitos yang beredar seputar TBC menjadi salah satu faktor, padahal kebenarannya belum diketahui dengan pasti.
Mitos & Fakta Seputar TBC
Mitos-mitos seputar TBC menjadi faktor yang membuat masyarakat ragu untuk melakukan pemeriksaan TBC sejak awal. Banyak dari mitos tersebut memiliki nuansa mistis dan tidak memiliki dasar medis yang terbukti. Akibatnya, banyak yang terlambat mendapatkan penanganan yang tepat untuk penyakit ini.
Untuk menghindari penyebaran mitos yang tidak benar, penting bagi kita untuk memahami fakta seputar penyakit TBC. Berikut adalah beberapa fakta penting yang perlu diketahui:
TBC Adalah Penyakit Genetis
Terdapat anggapan yang salah bahwa TBC adalah penyakit genetis. Namun, sebenarnya TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Meskipun TBC sering menyebar di antara anggota keluarga, penularannya terjadi melalui infeksi bakteri dan bukan karena faktor genetis.
Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat menyebar melalui percikan air liur yang keluar saat seseorang yang terinfeksi batuk, bersin, atau bahkan berbicara. Jika orang yang sehat menghirup udara yang mengandung bakteri tersebut, mereka dapat terinfeksi TBC.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa TBC bukanlah penyakit yang diturunkan secara genetis, tetapi merupakan penyakit menular yang dapat menyebar dari orang ke orang melalui udara yang terkontaminasi bakteri TBC. Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri, ventilasi yang baik, dan menghindari kontak dekat dengan orang yang terinfeksi TBC merupakan langkah penting dalam pencegahan penyebaran penyakit ini.
Orang Terinfeksi TBC Pasti Alami Kondisi Parah
Banyak orang mengira bahwa penderita TBC selalu dalam kondisi yang tidak sehat. Namun, faktanya sebagian besar orang pernah terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis setidaknya sekali dalam hidup mereka. Penting untuk dicatat bahwa tidak semua orang yang terinfeksi bakteri ini akan menderita penyakit TBC.
Dalam banyak kasus, setelah terinfeksi, sistem kekebalan tubuh mampu mengendalikan bakteri TBC dan mencegah perkembangan penyakit. Ini menghasilkan apa yang disebut sebagai infeksi laten, di mana bakteri tetap ada dalam tubuh, tetapi tidak menunjukkan gejala atau menyebabkan penyakit aktif. Sebagai fakta menarik, sekitar 90% dari individu yang terinfeksi bakteri TBC akan mengalami infeksi laten ini.
Hanya sekitar 10% dari individu yang terinfeksi bakteri TBC yang akan mengembangkan penyakit TBC aktif. Ini bisa terjadi jika sistem kekebalan tubuh melemah atau tidak mampu mengendalikan bakteri dengan efektif. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit TBC aktif termasuk sistem kekebalan tubuh yang lemah, usia, kondisi kesehatan lainnya, dan faktor lingkungan.
Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa tidak semua orang yang terinfeksi bakteri TBC akan mengalami penyakit TBC. Namun, mengingat tingginya angka kasus TBC di Indonesia, penting untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkonsultasi dengan tenaga medis jika ada gejala yang mencurigakan atau jika ada riwayat paparan terhadap individu yang terinfeksi TBC.
Risiko Terinfeksi TBC Hanya di Masyarakat Ekonomi Bawah
Miskonsepsi tentang TBC sering terjadi, termasuk anggapan bahwa penyakit ini hanya terjadi pada mereka dengan status ekonomi rendah. Namun, kenyataannya, siapa pun dapat terinfeksi TBC tanpa memandang status ekonomi mereka. Terdapat beberapa kondisi yang meningkatkan risiko seseorang terinfeksi TBC.
Pertama, individu dengan kekebalan tubuh yang rendah memiliki risiko lebih tinggi terkena infeksi TBC. Kekebalan tubuh yang lemah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi HIV/AIDS, penggunaan obat imunosupresif, atau kondisi medis lainnya yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Kedua, malnutrisi atau kekurangan gizi juga dapat meningkatkan risiko terinfeksi TBC. Kekurangan nutrisi yang penting, seperti vitamin D, protein, dan zat besi, dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan membuat seseorang rentan terhadap infeksi TBC.
Selain itu, berhubungan langsung dengan penderita TBC dalam jangka waktu yang lama juga dapat meningkatkan risiko tertular. Misalnya, anggota keluarga atau teman dekat yang tinggal bersama dengan penderita TBC yang tidak diobati secara efektif memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi bakteri TBC.
Penting untuk diingat bahwa TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penularannya terjadi melalui percikan air liur yang keluar saat seseorang yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara. Oleh karena itu, interaksi yang berlangsung dalam jangka panjang dan intensitas tinggi dengan individu yang terinfeksi TBC dapat meningkatkan risiko tertular.
Dalam menghadapi TBC, penting untuk memahami fakta-fakta yang sebenarnya dan melakukan langkah-langkah pencegahan yang tepat. Upaya pencegahan meliputi menjaga kekebalan tubuh yang baik melalui pola makan seimbang, menjauhi paparan terhadap individu yang terinfeksi TBC yang tidak diobati, dan menjalani pemeriksaan kesehatan secara teratur.
Infeksi TBC Hanya Berdampak ke Paru-Paru
Setelah masuk ke dalam tubuh, bakteri TBC memang cenderung mengendap di paru-paru. Namun, perlu dicatat bahwa bakteri ini tidak terbatas hanya menyerang organ tersebut. Serangan awal terjadi di paru-paru karena saluran udara menjadi jalur masuk yang umum bagi bakteri tersebut.
Setelah masuk ke dalam paru-paru, bakteri TBC dapat berkembang biak dan menyebabkan infeksi. Namun, jika tidak diobati, bakteri ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya melalui aliran darah atau sistem limfatik. Ini berarti bakteri TBC dapat merusak sel-sel dan jaringan di organ tubuh lain, seperti ginjal, tulang, otak, dan kelenjar getah bening.
Ketika bakteri TBC menyebar ke organ-organ lain, kondisi ini disebut sebagai tuberkulosis ekstrapulmoner. Tuberkulosis ekstrapulmoner dapat mempengaruhi organ tubuh mana pun, tergantung pada bagian yang terinfeksi.
Jadi, meskipun paru-paru sering menjadi sasaran awal serangan bakteri TBC, penting untuk diingat bahwa penyakit ini dapat mempengaruhi organ tubuh lainnya jika tidak diobati. Oleh karena itu, deteksi dini, pengobatan yang tepat, dan pemantauan yang berkala sangat penting dalam mengatasi penyakit TBC dan mencegah penyebarannya ke seluruh tubuh.
Setelah masuk ke dalam tubuh, bakteri TBC dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui aliran darah atau sistem limfatik sebelum menginfeksi organ tubuh tersebut. Proses penyebaran ini dapat terjadi jika infeksi TBC tidak diobati atau tidak diobati dengan tepat.
Tuberkulosis dapat mempengaruhi berbagai organ tubuh, bukan hanya terbatas pada paru-paru. Beberapa jenis TBC yang dikenal meliputi TB tulang, TB kelenjar getah bening, dan TB usus.
TB tulang terjadi ketika bakteri TBC menyebar ke tulang, seringkali mempengaruhi tulang belakang, panggul, atau tulang kaki. Ini dapat menyebabkan gejala seperti nyeri tulang, gangguan fungsi tubuh, atau bahkan kelumpuhan.
TB kelenjar getah bening terjadi ketika bakteri TBC menyebar ke kelenjar getah bening di tubuh. Biasanya terlihat pada kelenjar getah bening leher, ketiak, atau pangkal paha. Pembengkakan kelenjar getah bening yang persisten adalah gejala yang umum terjadi.
TB usus terjadi ketika bakteri TBC menginfeksi saluran pencernaan, terutama usus. Gejala TB usus dapat meliputi gangguan pencernaan, diare kronis, kehilangan nafsu makan, atau penurunan berat badan.
Ini hanya beberapa contoh jenis TBC yang dapat mempengaruhi organ tubuh lainnya. Penyakit ini dapat berkembang di berbagai bagian tubuh, tergantung pada jalur penyebaran bakteri TBC.
Penting untuk diingat bahwa deteksi dini, pengobatan yang tepat, dan pemantauan yang berkala sangat penting dalam mengatasi penyakit TBC, tidak hanya pada paru-paru, tetapi juga pada organ tubuh lainnya yang mungkin terinfeksi.
TBC Tidak Bisa Diobati
Salah satu mitos yang umum berkembang tentang penyakit TBC adalah anggapan bahwa penyakit ini tidak dapat disembuhkan. Namun, faktanya, sebagian besar penderita TBC memiliki peluang sembuh yang tinggi jika mereka menjalani pengobatan yang rutin dan tepat.
Menurut Hellosehat, sekitar 99% penderita TBC dapat sembuh jika mereka mematuhi pengobatan yang direkomendasikan selama periode waktu yang ditentukan, biasanya antara enam hingga sembilan bulan. Pengobatan TBC melibatkan penggunaan kombinasi obat anti-TBC untuk memerangi infeksi bakteri secara efektif.
Penting untuk diingat bahwa konsistensi dalam menjalani pengobatan sangat penting. Bakteri TBC memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam tubuh, dan pengobatan yang tidak rutin atau tidak selesai dapat memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak kembali. Oleh karena itu, menjalani pengobatan secara teratur dan lengkap sangat penting dalam memastikan kesembuhan yang optimal.
Dalam menghadapi TBC, penting bagi penderita untuk mematuhi petunjuk pengobatan dari tenaga medis, mengambil obat sesuai jadwal yang ditentukan, dan melakukan kunjungan rutin ke dokter untuk memantau perkembangan penyakit. Dengan pengobatan yang tepat dan ketaatan yang baik, penderita TBC memiliki peluang besar untuk sembuh sepenuhnya dari penyakit ini.
Penularan TBC Sangat Mudah
Meskipun TBC termasuk penyakit menular, penting untuk dicatat bahwa tidak mudah untuk tertular infeksi ini. Oleh karena itu, tidak perlu mengasingkan penderita TBC atau memperlakukan mereka dengan sikap diskriminatif.
Penularan TBC membutuhkan kontak yang cukup intensif dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama dengan seseorang yang memiliki infeksi aktif TBC, terutama melalui percikan air liur yang keluar saat batuk atau bersin. Penularan TBC biasanya terjadi di lingkungan yang sangat dekat, seperti dalam keluarga, tempat kerja, atau tempat tinggal yang sempit.
Penting untuk memahami bahwa penderita TBC yang menjalani pengobatan yang tepat dan konsisten memiliki risiko penularan yang jauh lebih rendah karena obat-obatan yang digunakan dapat mengurangi tingkat keberbahayaan dan penularan bakteri TBC. Selain itu, dengan cara yang benar seperti menutup mulut saat batuk atau bersin, menggunakan masker saat berinteraksi dengan orang lain, serta menjaga kebersihan dan ventilasi ruangan, risiko penularan dapat diminimalkan.
Sebagai masyarakat, penting bagi kita untuk memberikan dukungan dan pemahaman kepada penderita TBC. Mereka juga berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif. Edukasi mengenai fakta-fakta TBC serta langkah-langkah pencegahan penularan yang tepat akan membantu menghilangkan stigma dan membangun lingkungan yang inklusif untuk penderita TBC. Lalu, jangan lupa untuk mempersiapkan perlindungan yang terpercaya bagi anda dan keluarga dengan berbagai produk pilihan Asuransi IFG Life